Technology

Piliph K. Hitti ( Orientalime )


PHILIP K.HITTI
(Islam dalam pandangan dan karya-karyanya)
 

PENDAHULUAN 
 
Menarik sekali ketika kita memahami bagaimana cara Barat memandang Islam. Hal ini dikarenakan Islam adalah satu-satunya peradaban yang mampu menjadi lawan tangguh bagi ateisme dan materialisme dalam budaya Barat modern, yang tanpa mengenal rasa takut, siap menghadapi segala tantangan dalam berbagai bentuknya. Walaupun terjadi keruntuhan dalam peradaban Islam dan kemunduran telah dialami oleh begitu banyak umat Muslim sebagai akibat penerapan ideologi asing, pada kenyataannya Islam masih tetap merupakan kekuatan aktif dan vital di dunia. Lewat studi orientalisme, Barat mencoba untuk memahami Islam agar dapat dihancurkan dari dalam dan menggagalkan setiap usaha untuk membangkitkan kembali peradaban Islam.
Dr. Hamid Fahmy Zarkasy menyoroti, bahwa Barat mengkaji Timur dan Islam karena motivasi keagamaan dan politik. Barat yang di satu sisi mewakili Kristen, memandang Islam sebagai agama yang sejak awal menentang doktrin-dontrinnya. Bahkan ada yang menganggap bahwa perseteruan itu ada sejak sebelum Islam datang. Sedangkan motivasi politik, disebabkan karena Barat menganggap bahwa Islam adalah peradaban yang tersebar dan menguasai peradaban dunia secara cepat. Barat sebagai peradaban yang baru bangkit dari kegelapan melihat Islam sebagai ancaman langsung yang besar bagi kekuasaan politik dan agama mereka. Sedangkan Mohammad al-Bahy meringkas motivasi orientalis itu dalam dua hal, yaitu untuk memperkokoh imperialisme Barat di negara-negara Islam agar umat Islam rela menerima kekuasaan Barat dan untuk memperkuat jiwa Perang Salib dengan mengatasnamakan kajian ilmiah dan kemanusiaan. Salah satu orientalis terkemuka yang buku-bukunya banyak dikaji orang adalah Dr. Philip K. Hitti. Karya-karyanya yang  terkenal dan menjadi buku teks standar di berbagai lembaga pendidikan tinggi dan universitas di seluruh dunia adalah The History of the Arabs dan Islam and the West : An Historical, Cultural Survey.


PEMBAHASAN
  1. Biografi Piliph K. Hitti
Piliph K. Hitti lahir di Libanon pada tahun 1886, Ia adalah seorang sarjana islam yang memperkenalkan studi budaya Arab ke Amerika Serikat, dan ia adalah seorang maronit agama Kristen.
Hitti dididik di Suq al-Gharb dan American University of Beirut . Setelah lulus,  ia mengajar di Universitas Amerika di Beirut pada 1908 sebelum pindah ke Columbia University di mana dia mempelajari bahasa semit dan mendapat gelar PhD pada tahun 1915. Setelah Perang Dunia I ia kembali ke American University of Beirut dan mengajar di sana hingga tahun 1926. Pada bulan Februari 1926 ia ditawari kedudukan di Universitas Princeton hingga akhirnya pensiun pada 1954. Dia adalah Profesor Sastra Semit terbaik dan Ketua Departemen Bahasa Oriental. Setelah pension, ia resmi menerima posisi di Harvard. Dia juga mengajar di sekolah musim panas di University of Utah dan George Washington University di Washington DC, kemudian ia memegang posisi penelitian di University of Minnesota.
Dr. Philip K. Hitti, Guru Besar Emeritus Sastra Semit di William and Annie S. Paton Foundation, Universitas Princeton, selama beberapa dasawarsa diakui oleh dunia internasional sebagai ahli Islam (orientalis) yang paling berbobot di Barat. Berbobot di sini diartikan oleh Dr. Hasan Abdur Rauf M. el-Badawiy dan Dr. Abdurrahman Ghirah dalam bukunya, Orientalisme dan Misionarisme, berbanding lurus dengan tingkat kebencian yang tinggi terhadap Islam yang dituangkan dalam setiap karyanya.  Mantan Direktur Program Kajian Timur Dekat pada Universitas Princeton yang sangat berkelas tersebut, dikenal sebagai orang yang paling berperan dalam pengembangan studi orientalisme di Amerika Serikat.
Dr. Hitti yang lahir dalam lingkungan keluarga Kristen di Libanon, memperoleh pendidikan tinggi di Universitas Amerika di Beirut, kemudian dia berhijrah ke Amerika Serikat pada tahun 1913 dimana dia berhasil memperoleh gelar doktor dua tahun berikutnya dari Universitas Columbia.  

  1. Islam dalam pandangan Piliph k. Hitti
Salah satu karyanya, Islam and the West : An Historical, Cultural Survey, yang meskipun ringkas, namun secara garis besar menyoroti berbagai hal paling penting mengenai hubungan antara dua peradaban yang berlawanan (Islam dan Barat) semenjak abad pertengahan hingga sekarang.[1]
Pertama-tama, Dr. Hitti melancarkan tuduhan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang penipu yang lihai. Uraian yang dikemukakannya tentang kehidupan beliau SAW, memberikan kesan kepada pembacanya bahwa dia benar-benar telah merencanakan tulisan itu secara cermat. Dalam komentarnya mengenai berbagai kejadian sesudah hijrah Nabi SAW, dia menulis sebagai berikut :
Di Madinah orang-orang yang menunggu beliau secara berangsur-angsur surut ke belakang, karena munculnya tokoh politisi dan praktisi yang mengelola urusan mereka. Suatu perubahan dalam sifat wahyu-wahyu [kepada Nabi] nampak jelas. Wahyu-wahyu yang tegas dan keras yang menekankan keesaan Allah, sifat-sifat-Nya dan kewajiban manusia terhadap-Nya, dan yang disampaikan dalam gaya sastrawi dan penuh berirama, sekarang berubah menjadi wahyu-wahyu berkepanjangan yang kurang menarik berisi pembicaraan tentang persoalan-persoalan seperti ibadat dan salat, perkawinan dan perceraian, budak dan tawanan perang.[2]  
Bahasa bernada sinis yang digunakan di sini perlu sekali mendapat catatan khusus. Dr. Hitti ternyata telah gagal mengungkapkan makna yang sebenarnya dari peristiwa hijrah. Di Mekkah, Nabi Muhammad SAW adalah seorang penyampai suatu ajaran, sedangkan di Madinah beliau SAW mengorganisasikan orang-orang mukmin menjadi suatu masyarakat yang bersatu dengan kuatnya, sehingga dengan perkataan lain beliau SAW menerjemahkan ajaran yang beliau SAW bawa itu ke dalam kehidupan nyata. Apa yang terjadi di Madinah setelah hijrah, jelas diyakini – baik oleh orang-orang non-Muslim maupun Muslim – bahwa Nabi Muhammad SAW menjadi penegak hukum terbesar yang dikenal dalam sejarah. Dr. Hitti tidak dapat memahami bahwa Allah SWT telah menyelamatkan Nabi Muhammad SAW dari orang-orang kafir Quraisy yang ingin membunuh beliau SAW, agar Nabi Muhammad SAW bisa membangun negara Madinah untuk mengatur urusan sesama umat Islam dan urusan umat Islam dengan umat non-Muslim.
Dalam kajiannya tentang ayat Makkiyah dan Madaniyah[3], Syekh Manna Khalil al-Qattan menganalisa, bahwa perbedaan karakteristik ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah menunjukkan sebuah metode dan tahapan dakwah. Dakwah menuju jalan Allah memerlukan metode tertentu dalam menghadapi segala kerusakan akidah, perundang-undangan dan perilaku. Beban dakwah itu baru diwajibkan setelah benih subur tersedia baginya dan fondasi kuat telah dipersiapkan untuk membawanya. Dan asas perundang-undangan serta aturan sosialnya juga baru digariskan setelah hati manusia dibersihkan dan tujuannya ditentukan, sehingga kehidupan yang teratur dapat terbentuk atas dasar bimbingan dari Allah SWT. [4]
Kita akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiyah penuh dengan ungkapan-ungkapan yang keras di telinga, huruf-hurufnya seolah-olah melontarkan api ancaman dan siksaan, masing-masing sebagai penahan dan pencegah, sebagai suara pembawa malapetaka, seperti dalam Q.S. Al-Qari’ah, Al-Ghasyiah, dan Al-Qaqi’ah, dengan ayat-ayat yang berisi tantangan di dalamnya, nasib umat-umat terdahulu, bukti-bukti alamiah dan yang dapat diterima akal. Hal ini wajar, mengingat pada saat ayat-ayat Makkiyah diturunkan, masyakarat Arab saat itu pondasi aqidah-nya belum kuat. Mereka masing berkubang dalam kejahiliyahan, menyembah berhala, mempersekutukan Allah, mengingkari wahyu, dan mendustakan hari akhir.
Setelah terbentuk jamaah yang beriman kepada Allah, malaikat, kitab dan Rasul-Nya, beriman kepada hari akhir dan qadar – baik dan buruknya -, serta aqidahnya telah diuji dengan berbagai cobaan dari kaum Musyrikin dan ternyata dapat bertahan, dan dengan agamanya itu mereka berhijrah karena lebih mengutamakan apa yang ada di sisi Allah daripada kesenangan hidup duniawi, maka di saat itu kita melihat ayat-ayat Madaniyah yang panjang-panjang membicarakan hukum-hukum Islam serta ketentuan-ketentuannya, mengajak berjihad dan berkorban di jalan Allah kemudian menjelaskan dasar-dasar perundang-undangan, meletakkan kaidah-kaidah kemasyarakatan, menentukan hubungan pribadi, hubungan internasional dan antar-bangsa. Juga menyingkapkan isi hati orang-orang munafik, berdialog dengan ahli kitab dan membungkam mulut mereka.[5]
Jadi, Dr. Hitti tidak memahami tujuan utama diturunkannya ayat-ayat Makkiyah dan Madaniyah. Kemudian Dr. Hitti menulis :
Sumber-sumber Al-Qur’an itu jelas – orang-orang kafir Kristen, Yahudi, dan Arab. Hijaz sendiri terdiri dari beberapa wilayah Yahudi walau tidak ada satu pun wilayah Kristen, tetapi di situ terdapat sejumlah budak dan pedagang Kristen. Wilayah itu dikelilingi oleh berbagai pusat peribadatan dimana gagasan Kristen bisa terserap ke dalamnya. Nabi Muhammad memiliki dua orang budak dari Habsyi (Ethiopia sekarang) yaitu muazzin beliau, Bilal, dan anak angkat beliau di belakang hari, Zaid. Beliau juga mempunyai seorang istri beragama Kristen, Mariyah al-Qibtiyyah, dan seorang istri beragama Yahudi, Safiyah, keturunan dari salah satu suku Yahudi di Madinah yang baliau taklukkan...
Karena bersumber tidak langsung dari cerita orang, maka bahan yang termaktub dalam al-Qur’an tidak membedakan yang asli sebagai wahyu dengan yang bukan. Dalam kisah [Nabi] Yusuf misalnya, istri Potephar [yaitu Zulaikha] mengundang para wanita yang mempergunjingkan kisah cintanya dengan Yusuf ke suatu pesta dan ketika mereka melihatnya sendiri pisau-pisau yang ada di tangan mereka mengiris pergelangan tangan mereka sendiri [tanpa disadari] dan tidak mengiris buah yang akan mereka makan. Jesus berbicara dengan manusia pada saat masih bayi dan mencipta seekor burung yang hidup dari tanah liat sebagaimana dijelaskan dalam Kitab-kitab Injil Apokrif (terlarang). Penyaliban Jesus tidak diakui kebenarannya oleh al-Qur’an tetapi ia mengakui kebenaran pengangkatannya ke langit. Bukan hanya keperawanan Maryam yang diakui kebenarannya tetapi kedudukannya sebagai ibu kandung Jesus pun tampak diakui oleh al-Qur’an sebagai manusia luar biasa (super human), walaupun ia dikacaukan dengan Maryam saudara perempuan [Nabi] Harun. Tokoh lain dalam Bibel lainnya yang dikacaukan oleh al-Qur’an adalah Haman, yaitu tokoh dalam Bibel yang terkenal dengan nama Ahaseuerus yang menjadi salah seorang Menteri Fir’aun. Kesalahan-kesalahan yang lebih parah lagi terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’an yang mencerminkan betapa lemahnya pribadi dan watak Nabi Muhammad. Surat 33 [Al-Ahzab] ayat 37 diturunkan untuk membenarkan secara hukum perkawinan Nabi Muhammad dengan bekas istri anak angkatnya, Zaid. Surat 53 [An-Najm] ayat 19-23 diturunkan untuk menolak kebenaran tiga tuhan orang Mekkah, [yaitu Lata, Uzza, dan Manata] yang diakui sebagai sekutu-sekutu Allah. Hanya sebagian di antara wahyu-wahyu yang beliau terima tercatat pada masa hayat beliau. Naskah al-Qur’an itu sendiri akhirnya baru “terbukukan” pada tahun 651 M. keajaiban (mukjizat) al-Qur’an bukan hanya terletak pada asal-usul dan isinya tetapi juga pada bentuknya. Bagaimana mungkin orang yang tidak pernah memperoleh pendidikan dapat mencipta suatu karya tulis yang bukan hanya tidak ada tandingannya dan tidak dapat ditiru semacam itu? Bahkan seandainya manusia dan jin bersama-sama membuatnya pun, mereka tidak akan mungkin bisa mencipta kitab semacam itu. Nabi Muhammad diberi senjata oleh Allah untuk menentang orang-orang yang mengkritiknya agar mereka mencoba membuat satu surat saja yang mirip dengan al-Qur’an (Q.S. 10:39). Tantangan tersebut – sebagaimana diduga – tidak pernah bisa dilumpuhkan dengan berhasil. Yang pasti ketika al-Qur’an dibaca, melalui nada, irama, dan kata-katanya, ia dapat mencipta efek yang setengah hipnotis kepada para pendengarnya, walaupun hampir sama sekali tidak memahami artinya. Dampaknya jelas lebih besar mengenai emosi dan imajinasi manusia daripada pikirannya.[6]
Demikianlah Al-Qur’an yang didiskreditkan sebagai kitab suci palsu. Menurut Dr. Hitti, Islam tidak lebih daripada warisan orang Yahudi – Kristen yang “diarabisasikan” dan “dinasionalisasikan”. Mengenai hal ini, Dr. Yusuf Qaradhawi memberikan penjelasan yang amat bagus. Beliau menyatakan bahwa barangsiapa yang membaca AL-Qur’an dan mentadaburinya serta mempunyai sedikit pengetahuan tentang kondisi masyarakat Arab, juga masyarakat-masyarakat lain, maka pada saat Al-Qur’an diturunkan, seseorang akan menemukan – dengan penuh keyakinan – bahwa Al-Qur’an adalah faktor yang aktif bukan proaktif, dan yang memberikan pengaruh bukan dipengaruhi. Ia meluruskan kepercayaan-kepercayaan batil yang sedang berkembang pada saat itu, mengoreksi pemahaman-pemahaman yang salah, menghapuskan tradisi-tradisi dzalim, melenyapkan kondisi yang rusak, dan menyerang kebatilan-kebatilan yang telah dijalankan oleh manusia secara turun-temurun dengan amat keras, menolak orang-orang musyrik, ahli kitab dari bangsa Yahudi dan Nasrani yang mengingkarinya. Al-Qur’an juga menjelaskan kepada Yahudi dan Nasrani bahwa mereka telah melakukan perubahan dan penggantian kitab-kitab mereka, serta mereka menulis kitab-kitab mereka itu dengan tangan mereka, kemudian mereka berkata bahwa ini datang dari Allah SWT. Kemudian dengannya, mereka menjual agama mereka dengan amat murah.
Menurut Syed Naquib al-Attas, ide-ide dari Al-Qur’an adalah sebuah perubahan radikal dari pemahaman umum bangsa Arab pra-Islam, yang menganggap suku – khususnya yang lebih tua – dan tradisi kesukuan serta pengalaman empiris pribadi mereka, sebagai sumber utama ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Pandangan dunia bangsa Arab pagan, sebagaimana telah diamati dengan baik oleh Izutsu dalam analisisnya mengenai Al-Qur’an dan syair pra-Islam, adalah sangat pesimistis yang berakar pada tribalisme. Islamisasi pandangan-dunia dan ilmu pengetahuan pra-Islam berlangsung, seperti yang diidentifikasi al-Attas, melalui sebuah proses perkembangan bentuk baru bahasa Arab, yakni bahasa Arab Qurani. Meskipun kata-kata yang dipakai dalam Al-Qur’an sama dengan kata-kata yang dipakai pada zaman pra-Islam, keduanya tidak memiliki peran yang sama dan tidak memproyeksikan konsep-konsep yang serupa.[7]
Dan sangat tidak masuk akal jika Dr. Hitti mengatakan bahwa dampak pembacaan Al-Qur’an sangat sedikit mengenai pikiran atau intelejensia para pembacanya, sebab ternyata banyak ilmu yang timbul dari Al-Qur’an, yang berhasil digali oleh para pembacanya.Hal ini ditegaskan dalam Q.S. An-Nahl ayat 89 Allah SWT berfirman : “Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) sebagai penjelasan bagi segala sesuatu”. Sabda Nabi SAW : “Akan terjadi berbagai fitnah! Ditanyakan : “Bagaimana jalan keluar dari padanya?”. Nabi menjawab : “Kitab Allah; di dalamnya terdapat berita tentang (segala sesuatu) sebelum kamu, kabar tentang (segala sesuatu) yang kamu hadapi”. (HR. Turmudzi dan lainnya). Dari Ibnu Mas’ud ra, ia berkata : “Barangsiapa menghendaki ilmu hendaklah ia mengambil Al-Qur’anm sebab di dalmnya terdapat kabar orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian”. (Dikeluarkan oleh Sa’id bin Manshur).
Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam bukunya Mukhtashar Al-Itqan fi Ulumil Qur’an li As-Suyuthi, menjelaskan bahwa dari Al-Qur’an, timbul ilmu-ilmu baru yang belum pernah ditemukan sebelumnya. Maka para ahli qira’ah mengkaji ketentuan bahasanya, menganalisis kata-katanya, mempelajari makhraj (tempat keluar) huruf-hurufnya, jumlah kata, ayat, surat, hizib, nishf, rubu’ dan ayat-ayat sajdah-nya; mempelajarinya setiap sepuluh ayat; menghitung kata-kata yang mutasyabihat dan ayat-ayat yang serupa dan lain sebagainya tanpa membahas makna-maknanya.
Selain itu, para ahli nahwu (gramatika Arab) menjelaskan tentang ism (kata benda) dan fi’il yang mu’rab (berubah) dan mabni (tidak berubah), huruf-huruf yang berfungsi mentransitifkan dan lain sebagainya. Merekalah yang menjelaskan secara rinci tentang ism-ism dan berbagai permasalahannya, berbagai bentuk fi’il yang transitif ataupun yang intransitive, dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Sehingga ada sebagian ulama yang meng-I’rab (menjelaskan status setiap kata) yang musykil, bahkan ada yang meng-I’rab Al-Qur’an kata demi kata.[8]
Para ahli tafsir memperhatikan lafazh-lafazh-nya. Mereka menemukan bahwa satu lafazh tertentu di dalam Al-Qur’an ada yang menunjukkan kepada dua makna atau lebih. Selanjutnya dijelaskan semua kata yang belum jelas artinya dan dikuatkan salah satu kemungkinan arti dari kata yang memiliki dua makna atau lebih tersebut.
Dari ayat-ayat Al-Qur’an bisa dilakukan istinbath (mengeluarkan dalil-dalil tentang wahdaniyat, keberadaan, keabadian, kekuasaan, dan kesucian Allah dari segala sesuatu yang tidak layak bagi-Nya. Ilmu ini dinamakan Ushuluddin. Kemudian para ahli ushul fiqh membahas pembentukan kaidah ushuliyyah. Maka lahirlah ilmu ushul fiqh. Mereka mencari dalil-dalil bagi hukum-hukum syariat. Dengan demikian kaum Muslimin dapat mengenal ilmu furu’ (cabang) dan fiqh.[9]
Selain itu, di dalam Al-Qur’an juga terdapat sejarah, kisah, khutbah, nasihat, ilmu fara’idl (pembagian warisan), hukum wasiat, ilmu ma’ni, bayan, badi’ (retorika) dan lain sebagainya. Juga meliputi ilmu-ilmu lain seperti ilmu kedokteran, ekonomi, astronomi, logika, matematika, dan lain-lain.
Kemudian Dr. Hitti menampilkan Islam sebagai agama yang tidak memiliki tujuan transendental. Menurut Dr. Hitti, semua syiar Islam hanyalah demi kepentingan ekonomi. Berikut petikannya :
Para ahli sejarah Arab, yang kebanyakan adalah ‘ulama’, memberikan penjelasan sederhana bahwa perluasan wilayah Arab tidak begitu penting secara internasional menimbulkan kehancuran sama sekali di Timur dan memberikan kekuatan yang paling besar di Barat. Hal itu memang sudah ditakdirkan Tuhan, sama sebagaimana penjelasan gereja tentang penyebaran agama Kristen dan penjelasan orang Yahudi tentang penaklukan wilayah Kanaan. Kita mendapatkan penjelasan bahwa motivasi perluasan wilayah itu bersifat keagamaan – untuk menyiarkan agama Islam. Tetapi kenyataannya, motivasi yang paling utama bersifat ekonomik. Kelebihan penduduk wilayah jaziah berpadang pasir itu harus dipindahkan ke wilayah-wilayah lain yang berdekatan sehingga mereka bebas bergerak. Keinginan untuk mendapatkan wilayah jajahan sama sekali tidak dapat diingkari oleh para ahli sejarah di masa-masa pertama penaklukkan itu. Jadi Islam yang pertama kali menaklukkan bukan Islam sebagai agama melainkan sebagai negara – bukan Mohammadanism melainkan Arabianism. Bangsa Arab bertebaran secara tiba-tiba di dunia sebagai teokrasi nasionalis, yang berusaha mencari kehidupan duniawi yang lebih sempurna. Dua atau tiga abad lamanya harus dilalui sebelum Syria, Irak, dan Persia [Iran] menunjukkan ciri-ciri negara Islam. Ketika bangsa masin g-masing dipersatukan dalam ikatan Islam, mereka pada umumnya terdorong oleh kepentingan pribadi – baik ekonomik maupun politik.[10]
Dengan demikian maka jelaslah sudah, Dr. Hitti menolak adanya validitas moral dan spiritual Islam sebagai daya tarik utama bagi orang luar untuk menyatu di dalamnya, memeluk Islam, menjadi seorang Muslim serta Hitti ingin menjatuhkan dan menghancurkan agama islam melewati berbagai macam tulisasnnya.


  1. Karya-karya Piliph k. Hitti
Banyak karya yang dihasilkan oleh Philip K.Hitti, namun karya-karya tersebut bukan meninggikan atau mendukung agama islam, melainkan mencela dan menjatuhkan islam. Adapun diantara karya-karyanya ialah Islam and The West : An Historical Cultural Survey dan History of the Arabs.
Berikut adalah sebagian contoh dari tulisan-tulisan Hitti yang menjatuhkan islam:
1.      Hitti menyatakan bahwa sekarang Islam tidak berlaku lagi dan tidak relevan. Dia menulis :
Modernisasi pada tingkat intelektual-spiritual akan melibatkan sekularisasi. Sekularisasi mempunyai makna lebih dari sekadar pemisahan antar gereja [agama] dan negara. Ia menggantikan kedudukan penafsiran ketuhanan mengenai peistiwa-peristiwa sejarah dan kejadian-kejadian mutakhir, dan menempatkan penafsiran secara rasional yang didasarkan atas kekuatan-kekuatan fisik dan psikologik. Hampir tidak ada selembar pun surat kabar berbahasa Arab yang tidak mengulang-ulang nama Allah ketika memuat berita-berita kelahiran dan kematian, orang sakit dan orang sembuh, kenikmatan dan musibah, serta keberhasilan dan kegagalan – suatu gambaran dari cara berpikir yang sudah usang.[11] 
Dengan perkataan lain, penulis buku tersebut secara terang-terangan mengajak untuk menerima ateisme sebagai prasyarat untuk mendapatkan kemajuan. Bagaimanapun juga, ateisme adalah salah satu ide paling buruk yang diberikan peradaban Barat kepada umat Islam. Menawarkan atheisme kepada umat Islam, sama saja dengan menyuruh umat Islam untuk murtad dari agamanya atau deislamisasi pikiran umat Islam, yang begitu membahayakan karena hal ini bertentangan dengan prinsip tertinggi dalam Islam, yakni aqidah. Merupakan sebuah konsekuensi logis bahwa ideologi sosialis-komunis dan sekular-liberal tidak akan pernah bisa diterima dan menjadi bagian dari peradaban Islam, untuk selamanya.
2.      Dr. Hitti juga menyangkal habis-habisan tentang kerasulan Nabi Muhammad SAW dan tidak ingin mengakui kebesaran profil Rasulullah SAW, meskipun bukti-bukti tertulis dan tidak tertulis telah membuktikan bahwa beliau SAW melakukan perubahan yang besar-besaran dalam kehidupan sebagian besar umat manusia di dunia dan menegakkan rasa cinta, kesetiaan dan pengabdian hingga akhir hayat beliau SAW demi kepentingan berjuta-juta umat manusia selama lima belas abad. Dr. Hitti menulis :
Walaupun dilahirkan dalam kerangka sejarah yang jelas, namun keberadaan Muhammad sebagai tokoh historik tidak dapat kita terima. Penulis biografi beliau yang pertama meninggal dunia di Baghdad kira-kira 140 tahun setelah beliau wafat dan bahkan biografi itu hanya tertulis dalam resensi di belakang hari dalam tulisan Ibnu Hisyam yang meninggal di Kairo pada tahun 833. sebelum itu para penulis biografi sudah biasa menulis pahlawan mereka berdasarkan apa yang sesungguhnya. Penghormatan yang berlebih-lebihan kepada tokoh pendiri agama dan pembawa kemenangan mereka telah melampaui tingkatan idealisasi menuju kepada idolisasi [pendewa-dewaan] dan setidak-tidaknya dalam agama rakyat, dalam bentuk sesembahan. Dua sarana yang senantiasa diperlukan oleh umat Muslim pada masa-masa pertama [yaitu al-Qur’an dan al-Hadits] dimanfaatkan untuk mengendorkan kekakuan kepercayaan-kepercayaan [‘aqidah] dan ibadah. Berbagai pernyataan disuruhucapkan atau berbagai jenis perbuatan disuruhlakukan oleh Nabi karena diyakini bahwa apa yang beliau lakukan dan katakan itu ditujukan untuk menghadapi situasi tertentu. Otoritas hadits, seandainya dapat diyakini kebenarannya, hanya menempati urutan kedua setelah al-Qur’an. Karena umat itu merupakan jama’ah tanpa kepemimpinan keagamaan yang terpusatkan, maka kesepakatan (ijma’) umat diakui adanya untuk menutup kekurangan tersebut. Untuk memberikan dukungan lebih kuat terhadap otoritas pendapat khalayak (public opini) tersebut, sebuah hadits Nabi menyatakan : “Umatku tidak akan bersepakat mengenai hal-hal yang salah”. Dengan menggunakan sarana inilah mu’jizat-mu’jizat Nabi Muhammad diakui kebenarannya, ajaran para orang suci beserta kuburan-kuburannya, ibadah haji berikut upacara-upacaranya diterima dengan baik; tradisi bersunat yang tidak disebutkan dalam sebuah ayat al-Qur’an pun diakui kedudukan hukumnya seperti pembaptisan dalam gereja Kristen dan minuman kopi – yang mula-mula dianggap sebagai salah satu jenis anggur – ditentukan sebagai minuman tradisional Arab. Pendek kata apa yang dianggap berguna, dimasukkan untuk melengkapi wahyu atau untuk mendukungnya.[12]
Demikianlah beberapa tulisan yang Hitti sampaikan dalam beberapa karyanya.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Philip K. Hitti adalah seorang orientalisme yang yang beragama Kristen dan orang yang memperkenalkan studi budaya Arab ke Amerika. Hitti salah satu dari pada orang-orang yang membenci islam dan ingin menjatuhkan islam dengan berbagai macam celaan dan hinaan terhadap islam, hal ini dibuktikan dengan beberapa tulisan yang berisi celaan, hinaan atau pandangan negative terhadap agama islam yang dimuat dalam karya-karyanya seperti Islam and The West dan History af Arabs.
Dalam beberapa tulisan dan karyanya, Hitti menampakkan kebenciannya terhadap islam, ia menganggap islam sebagai agama yang rendah dan menganggap Nabi Muhammad pengadopsi ajaran-ajaran agama sebelumnya, serta masih banyak lagi tulisan-tulisannya yang ia hasilkan dari penelitiannya berisi hal-hal yang bersifat menjatuhkan Islam, bukan membenarkannya. Oleh karena itu, dapat diketahui bahwa Philip K.Hitti adalah seorang orientalisme yang sangat membenci islam dan ingin menjatuhkan islam.

DAFTAR PUSTAKA
K. Hitti, Philip , Islam and The West, (Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1984)
Khalil al_Qattan, Manna, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Litera AntarNusa,  2004)
As-Suyuthi, Imam, Apa Itu Al-Qur’an - Mukhtashar Al-Itqan fi Ulumil Qur’an li As-Suyuthi, (Jakarta : Gema Insani Press, 1989), hal. 17.
Husein Haekal, Muhammad, Sejarah Hidup Muhammad, (Jakarta : Litera AntarNusa, 2005)
Inpasonline.com
Wikipedia Bahasa Indonesia


[1] Karya tulis Philip K. Hitti yang lain adalah History of the Arabs. Isi buku ini penuh celaan terhadap Islam dan merendahkan Nabi Muhammad SAW, ditulis dengan bahasa yang penuh kebencian.
[2] Islam and The West, Philip K. Hitti, (Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1984), hal. 7-8.
[3] Yang disebut ayat Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan sebelum hijrah dan yang disebut dengan ayat Madaniyah yaitu wahyu yang turun setelah hijrah, meskipun turunnya itu di Mekkah maupun di Madinah, apakah itu pada tahun penaklukkan kota Mekkah (Fathu Mekkah) atau pada tahun-tahun terakhir Rasulullah SAW di saat Haji Wada’, atau ketika beliau SAW sedang dalam salah satu perjalanan dari sekian banyak perjalanan beliau SAW, ataukah sedang tidak dalam perjalanan. Lihat Imam Jalaluddin As-Suyuhti, Samudera Ulumul Qur’an - Al-Itqon fi Ulumil Qur’an Jilid I, (Surabaya : PT. Bina Ilmu, 2006), hal. 3.
[4] Manna Khalil al_Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Litera AntarNusa,  2004), hal. 70.
[5] Ibid., hal. 71.
[6] Islam and The West, Philip K. Hitti, (Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1984), hal. 13-14.

[7] Lihat penjelasan rincinya di Bab Islamisasi Ilmu Pengetahuan dalam buku  Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas yang ditulis oleh Wan Mohd Nor Wan Daud, (Bandung : Mizan, 1998).
[8] Imam As-Suyuthi, Apa Itu Al-Qur’an - Mukhtashar Al-Itqan fi Ulumil Qur’an li As-Suyuthi, (Jakarta : Gema Insani Press, 1989), hal. 17.
[9] Ibid., hal. 18.
[10] Lihat  Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, Cetakan ke-xxx, (Jakarta : Litera AntarNusa, 2005), hlm. 29.
[11] Philip K. Hitti, Islam and The West, (Bandung : Penerbit Sinar Baru, 1984), hal. 131.
[12] Ibid., hal. 22-23.
Piliph K. Hitti ( Orientalime ) Piliph K. Hitti ( Orientalime ) Reviewed by adeardo on 16.53 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Gallery

ade ardo fittra. Gambar tema oleh Deejpilot. Diberdayakan oleh Blogger.