Technology

DAVID HUME ( EMPIRISME)



DAVID HUME ( EMPIRISME)

Oleh: Ade Ardo Fittra


PENDAHULUAN
Oleh karena adanya ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, maka pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini disebabkan karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat, pasti dan benar hanya diperoleh lewat indera (empiri) dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme.
Pemikiran ini dibangun pada abad ke-17. Pemikiran ini jelas bertolak belakang dengan pemikiran rasional atau logik. Selanjutnya pemikiran empiri pengetahuan bukan hanya didasarkan pada rasio belaka (di Inggris). Konsep mengenai filsafat empirisme muncul pada abad modern yang lahir karena adanya upaya keluar dari kekangan pemikiran kaum agamawan di zaman skolastik.
Descartes adalah salah satu yang berjasa dalam membangun landasan pemikiran baru di dunia Barat. Ia menawarkan sebuah prosedur yang disebut keraguan metodis universal dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada kebingungan yang berkepanjangan,, tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran akan eksistensi diri yang dia katakan dengan cogito ergo sum yang artinya saya berpikir, maka saya ada.[1] Teori pengetahuan yang dikembangkan Descartes ini dikenal dengan rasionalisme.
Adanya rasionalisme ini memunculkan reaksi yang bertolak belakang dari pemikiran Descartes. Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke dan David Hume. Makalah ini akan memaparkan pemikiran David Hume nya saja yang dianggap sebagai puncak empirisme yang paling radikal.
A.     Konsep Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme sendiri diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan dari rasio melainkan pengalaman. Empirisme menurut wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
B.     BIOGRAFI DAVID HUME
David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia,  26 April tahun 1711. Dengan nama aslinya David Home. Pada tahun 1734 ia mengubah namanya karena di Inggris kesulitan mengucapkan “Home” dengan cara skotlandia.  Ayahnya adalah seorang pengacara dan tuan tanah, sedangkan ibunya seorang Kalvinis keras[2]. Namun, ayahnya meninggal pada saat usia Hume masih anak-anak, sehingga dia dibesarkan ibunya.
Dalam masalah pendidikan Hume mendapatkan pendidikan yang sangat baik. Dengan harta warisan yang ditinggal oleh ayahnya. Hume mendaftarkan di Universitas Edinburgh. Ia mempelajari hukum, sastra, dan filsafat di Universitas Edinburgh. Pribadinya lebih tertarik dengan dunia filsafat dibandingkan ilmu yang lain. Ia adalah seorang filsuf Empiris[3]. Pada tahun 1734, setelah beberapa bulan sibuk dengan perdagangan di Bristol, ia pergi ke La fleche di Anjon, Perancis. Disana ia sering wacana dengan jesuit dari College Of La Fleche, saat itu ia telah menghabiskan sebagian besar tabungannya selama empat tahun disana untuk menulis karyanya yang berjudul A Treatise of Human Nature, beliau menyelesaikannya pada usia 26 tahun. Setelah publikasi karyanya pada tahun 1744, Hume ditetapkan menjadi ketua Pneumatics dan Moral Filsafat dan moral di Universitas Edinburgh.Namun posisi itu diberikan kepada William Cleghorn, setelah menteri Edinburgh mengajukan petisi kepada dewan kota untuk tidak menunjuk Hume karena ia dituduh sebagai ateis. Hume juga dituduh bid’ah, tapi  ia dipertahankan oleh ulama muda teman-temannya yang berpendapat bahwa sebagai ateis, ia berada di luar gereja yuridiksi. Meskipun pembebasan itu Hume gagal untuk mendapatkan jabatan sebagai ketua filsafat di Universitas Glasgow.
Hume mencapai ketenaran sastra besar sebagai seorang sejarawan dengan karyanya The History Of England, menelusuri peristiwa-peristiwa dari invasi Julius Caesar ke revolusi 1688, adalah best seller dalam sehari. Didalamnya, Hume menyerahkan orang politik sebagai makhluk  kebiasaan, dengan disposisi untuk menyerahkan diam-diam kepada pemerintah yang berkuasa kecuali dihadapkan oleh keadaan yang tidak menentu. Dalam pandangannya, hanya agama yang bisa membelokkan orang lain dari kehidupan sehari-hari mereka untuk berfikir tentang hal-hal politik.
Hume wafat diusianya yang ke 65 pada tahun 1776 di kota kelahirannya Edinburgh, Skotlandia. Dan sepanjang hidupnya, Hume tidak pernah menikah.
Pada tahun 1500-1700, Eropa dilanda dengan peperangan agama. Situasi ini membuatnya tidak terlalu menghargai agama-agama. Bagi Hume agama dibedakan menjadi dua yaitu : Natural Religion (akal budi) dan Agama Rakyat (fanatisme)[4]. Zaman Hume dikenal sebagai “Zaman Akal Budi”. Budi merupakan ide penting yang mungkin menjadi alasan bagi Hume untuk menunjukkan batas-batas akal budi. Ia senang menghancurkan ide-ide besar saat itu[5], sehingga pemikirannya lebih mengkritisi keyakinan-keyakinan yang ada. Pada zaman Hume, banyak filsuf Prancis terancam hidupnya karena dinilai terlalu radikal memperjuangkan gagasan mereka. David Hume menjadi salah seorang yang membantu para filsuf tersebut[6]. Landasan pemikiran Hume juga dipengaruhi oleh pemikiran Locke dan Barkeley. Pandangan metafisika tradisional pada waktu itu sangat kabur, tidak pasti, dan melebih-lebihkan kemampuan akal manusia. Selain itu, metafisika juga tercampur dengan dogma-dogma Katolik. Hal ini membuat Hume prihatin dan ingin membersihkan filsafat dari simbol-simbol religius dan metafisis[7]. Beberapa karya dan  sumbangan Hume:    
1.         A Treatise of Human Nature (3 volume, 1739-1940)
2.         Abstract (dari Treatise vol 1 dan 2, 1740)
3.         An Inquiry concerning Human Understanding (1748)
4.         An Inquiry concerning the Principle of Morals (1752)
5.         The Natural History of Religion (1757), dsb.
C.     PEMIKIRAN DAVID HUME TENTANG EMPIRISME
Pada awalnya teori Empirisme dicetuskan oleh John Locke, Locke memandang bahwa setiap manusia dilahirkan bagaikan selembar kertas bersih.Pemikiran Locke ini diteruskan dan ditentang oleh David Hume.Hume merupakan puncak aliran empirisme.[8] Hume mengusulkan kita agar kita kembali kepada pengalaman spontan menyangkut dunia[9].
Hume tidak ingin kita terus-terusan dibelenggu oleh konsepsi tentang dunia.Kita sering membicarakan hal-hal yang berasal dari perenungan dan kehilangan kenyataannya dalam realitas.Kita telah terbiasa dengan semua itu, dan tidak merasa perlu untuk menelitinya. Maka Hume menawarkan hal yang lain. Ia ingin tahu bagaimana seorang anak menjalani pengalamannya didunia, tanpa menambahkan sesuatu pada sesuatu yang dialaminya. Karena seorang anak belum menjadi budak harapan dan kebiasaan, jadi pikirannya sangat terbuka pada pengalaman.
Dalam hidup kita dewasa ini, kita sering mengharapkan sesuatu hal yang berbeda dari yang kita alami.Misalnya seringkali menyebut-nyebut kata malaikat yaitu sosok manusia dengan sayap. Dari manakah kata itu berasal? Hume menyatakan bahwa itu adalah gagasan yang rumit dan tidak bertanggung jawab.
1.    Prinsip Prioritas Kesan-Kesan ( the principle of the priority of impressions)
Hume mengajak kita untuk mengalami realitas memulai relasinya dengan realitas melalui persepsi. Persepsi adalah gambaran indrawi atas bentuk luar dari objek-objek.
Menurut hume manusia memiliki dua jenis persepsi, yaitu kesan (impressions) dan gagasan (ideas). Kesan dimaksudkan sebagai pengindraan langsung atas realitas lahiriah, dan gagasan adalah ingatan akan kesan-kesan. Contohnya apabila tangan kita terbakar kita akan mendapatkan kesan panas dengan segera. Dan setelah itu kita mengingat bahwa tangan terbakar akan panas, ingatan inilah yang disebut gagasan. Dengan kata lain kesanlah yang membuat kita mengenal realitas. Sedang gagasan adalah tiruan samar-samar dari kesan.
Hume mengemukakan bahwa kesan maupun gagasan dapat sederhana(tunggal) bisa juga rumit(majemuk).[10]Sebuah gagasan merupakan perpanjangan dari kesan. Misalnya gagasan tunggal berasal dari kesan tunggal. Misalnya gagasan mengenai api, berasal dari kesan indera terhadap api. Sedang gagasan majemuk berasal dari kumpulan kesan majemuk.
Selanjutnya dalam menyingkirkan istilah-istilah kosong, Hume menunjukkan suatu cara pembersih reduktif, artinya meneliti ide-ide kompleks yang lazim dipergunakan, sejauh mana ide itu dapat di pertanggung jawabkan. Apakah ide kompleks itu dapat dikembalikan pada ide sederhana yang membentuknya.[11]Jika suatu istilah tidak terbukti menyajikan ide yang dapat dianalisa menjadi ide sederhana, maka istilah tersebut tidak mempunyai arti.
2.  Kesan Sensasi dan Kesan Refleksi
Kita memiliki kesan dan gagasan, kesan-kesan itu dibagi Hume menjadi:
Kesan sensasi dan kesan refleksi.Kesan sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak diketahui sebab musababnya.[12] Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat adalah meja. Sedangkan kesan refleksi merupakan kesan hasil dari gagasan. Misalnya (ketika kita melihat sebuah meja dari besi): itu meja besi. (kita bisa menentukan itu meja walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena kita sudah ada kesan sensasi terhadap meja kayu.
3.  Ruang dan Waktu
Gagasan abstrak menurut Hume berasal dari gagasan particular yang digabung dalam suatu gagasan dengan arti yang bersifat umum.Gagasan mengenai waktu berasal dari urutan kesan terhadap suatu hal. Misalnya kita melihat buah mangga jatuh dari pohon: pada asalnya di dahan, di tengah-tengah, lalu ia berada di atas tanah. Pada saat itu kita melihat ada urutan kesan mengenai buah mangga : pada mulanya, dan kemudian ada di tanah. Pada saat itulah gagasan mengenai waktu terbentuk dalam imajinasi kita.
Gagasan mengenai ruang berkaitan dengan keluasan (ukuran).Ide ruang dihasilkan oleh indera penglihatan dan penyentuh. Ketika kamu melihat mangga jatuh ,dibawah pohon sana, kesan kamu mengatakan bahwa mangga itu ada disana. Lalu kamu menyentuhnya dan memastikan bahwa mangga itu benar-benar ada.Pada saat itulah imajinasi kita menemukan gagasan mengenai ada disana, itulah ruang.
Lewat semua teori di atas Hume menentang semua pemikiran dan gagasan yang tidak dapat dilacak kaitannya dengan persepsi indera.Dia ingin menghapuskan seluruh omong kosong tak bermakna yang telah lama mendominasi pemikiran metafisika. [13]
Bagaimana cara yang digunakan Hume?  Jika kita menerima suatu gagasan. Kita harus memberikan pertanyaan pengujian.
a.       Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
b.      Berdiri di atas kesan apa gagasan itu?
c.       Gagasan itu berasal dari kesan apa?
 Hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman: ada atau tidak. Jika ada, maka ia bisa dipercayai keberadaannya.
Bagaimanakah Hume menanggapi gagasan mengenai substansi, ego, dan teori hume mengenai kausalitas.
a.       Gagasan mengenai Substansi
Substansi adalah gagasan utama dari Aristoteles.Lawan substansi adalah aksidensi[14]. Relasi / hubungan substansi dan aksidensi adalah sebagai berikut :
Substansi merupakan sesuatu yang mendasari suatu hal, sedang aksidensi adalah suatu yang menampakkan diri. Aksidensi dapat berubah tanpa mengakibatkan perubahan substansi. Substansi dapat dikatakan sebagai suatu yang mendasari aksidensi. Atau dengan kata lain substansi adalah suatu yang tetap yang mendasari yang berubah-ubah.
Misalnya, meja adalah tetap meskipun terbuat dari kayu atau besi.Kayu dan besi adalah aksiden, sedang meja adalah substansi.
Apakah ia gagasan particular atau majemuk?
Substansi terdiri dari gagasan :sesuatu yang tetap dan sesuatu yang berubah-ubah.Berarti substansi merupakan gagasan majemuk.
Sesuatu yang tetap contohnya meja, sesuatu yang berubah-ubah contohnya kayu dan besi.Sesuatu yang tetap itu menurut Aristoteles bisa disimpulkan dari pengamatan kita terhadap sesuatu yang berubah-ubah. Artinya, gagasan tentang meja disimpulkan dari pengamatan kita terhadap: meja kayu dan meja besi. Walaupun terbuat dari bahan yang berbeda tetap dapat disebut meja.sesuatu yang tetap itu disebut substansi.
Dari uraian Aristoteles itu, kita dapat simpulkan bahwa yang ditangkap indera sebenarnya adalah sesuatu yang berubah-ubah itu, sedangkan sesuatu yang tetap tidak pernah ditangkap oleh indera. Artinya kesan terhadap substansi tidak pernah ada.Dengan demikian substansi tidak pernah ada.Substansi merupakan gagasan yang tidak bertanggung jawab.[15]
b.      Gagasan mengenai ego
Pembicaraan ego bisa dimulai dari pernyataan Descartes “saya berpikir, maka saya ada”. Menurut Descartes saya itulah yang dimaksud ego.Substansi yang tetap ada dalam tubuh manusia di mana pun dan kapan pun, ego dianggap sebagai penggerak seluruh aktivitas manusia.Ego itu secara mutlak adalah saya yang berpikir.
Apakah ego gagasan particular atau majemuk ?
Saya tidak serta merta berpikir, kadang-kadang saya juga melihat,saya juga mendengar dan lain-lain. Dengan demikian saya adalah gagasan majemuk.
Ego berdiri atas kesan apa ?
Jika ego merupakan gagasan tunggal seperti yang dikatakan Descartes, semuanya tidak pernah kita rasakan.Kesimpulannya, ego yang digagas Descartes itu tidak terbukti dalam pengalaman.Hume mengatakan ego sejenis itu tidak pernah ada. Omong kosong!
4.  Kausalitas
Mengenai kausalitas, Hume berpendapat bahwa tiada keharusan fisik yang mutlak dan tiada koneksi mutlak antara kejadian a dan kejadian b, maka tiada hukum sebab akibat. Yang ada hanyalah hubungan erat antara ruang dan waktu[16]. Hume menyatakan bahwa konsep kausalitas hanyalah “animal faith” (kepercayaan naif) kita belaka yang tidak punya dasar[17]. Apa yang kita anggap sebagai hubungan kausalitas hanyalah merupakan kesan yang muncul dari keteraturan dua peristiwa tertentu yang terjadi secara berurutan umumnya menunjukkan hasil yang sama. Ini adalah pengalaman dan bukan penalaran. Pengalaman menunjukkan adanya urutan gejala-gejala yang membentuk keteraturan. Keteraturan inilah yang merangsang kita bahwa sesuatu itu mutlak berhubungan. Ide tentang koneksi mutlak ini muncul dari perasaan-perasaan. Di sinilah penting peranan perasaan yang melebihi peranan akal budi[18].
5.  Moral
Bagi Hume, moralitas adalah tatanan hidup baik dan buruk yang sangat dipengaruhi oleh unsur perasaan. Maka, moralitas bisa jadi persoalan perasaan atau hasrat bukan akal budi[19]. Morality, according to Hume, is not susceptible of demonstration, as it depends on men's perceptions and appetites, that are subjective. What distinguishes a virtue from a vice is the impression that it generates. If the impression is agreeable, then it will be virtue; if it is uneasy, then it will be a vice. It follows that, in Hume's moral philosophy, there is no room for eternal and immutable standards in morality[20].
Pengetahuan moral itu berasal dari asosiasi ide-ide khusus tanpa pendasaran rasional, tapi berdasarkan pada pilihan-pilihan subyektif yang disenangi. Akal budi hanya memberi informasi saja. Misalnya, di suatu tempat ada mangga yang enak, tentang bagaimana mendapatkannya bukan urusan akal budi tapi hasrat atau perasaan itu. Prinsip suatu tindakan dinilai baik adalah kalau tindakan itu menyenangkan atau berguna bagi kita atau banyak orang.[21] Kesimpulan dari pandangan Hume tentang moralitas[22]:
a.       Moralitas hanya berdasarkan pada perasaan. Pengetahuan moral dari “asosiasi ide-ide khusus tanpa pendasaran rasional berdasarkan pada pilihan-pilihan subyektif yang disenangi (preference).
b.      Akhirnya bukan akal budi yang mengatur perilaku kita, hasrat-hasrat itulah yang mengatur akal budi.
c.       Kesadaran berasal dari pengalaman, apa yang tidak kita alami tidak mungkin membentuk pengetahuan.
6.      Agama
Hume tidak setuju dengan adanya agama monoteis. Menurutnya, monoteisme itu tidak memiliki dasar, khususnya anggapan yang menyakini Allah itu sempurna. Buktinya dunia ini jahat dan buruk, maka keyakinan Allah itu mahasempurna bisa disangkal. Menurutnya pula, kita tidak tahu pasti tentang apa itu Allah sebab kita tidak memiliki pengalaman tentang dunia yang lain selain dunia ini. Sikap skeptis Hume bersifat agnotisisme, yakni sebuah anggapan bahwa kita tidak bisa tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak[23]. Maka, Hume mengusulkan politeisme yang dianggapnya sebagai bentuk ateisme. Politeisme itu sendiri bersifat toleran dan mendukung keutamaan kodrati yang membantu manusia untuk mengembangkan dirinya[24].



Kesimpulan
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Tokoh dari empirisme ini salah satunya adalah David Hume. David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, tahun 1711. Pada zaman Hume, banyak filsuf Prancis terancam hidupnya karena dinilai terlalu radikal memperjuangkan gagasan mereka. David Hume menjadi salah seorang yang membantu para filsuf tersebut. Landasan pemikiran Hume juga dipengaruhi oleh pemikiran Locke dan Barkeley. Pandangan metafisika tradisional pada waktu itu sangat kabur, tidak pasti, dan melebih-lebihkan kemampuan akal manusia. Selain itu, metafisika juga tercampur dengan dogma-dogma Katolik. Hal ini membuat Hume prihatin dan ingin membersihkan filsafat dari simbol-simbol religius dan metafisis.
Model pemikiran Hume bercorak skeptis, di mana ide rasio tidak melebihi pengalaman. Ia sangat  menekankan  aspek pengalaman daripada rasionalitas dalam menjelaskan segala sesuatu. Ia juga berusaha mengkritisi keyakinan-keyakinan (tradisi) yang sudah ada sebelumnya. Meski demikian, Hume juga menyadari keterbatasan akal budi untuk mengungkap sesuatu.
 Hume juga berpendapat bahwa moral hanya berdasarkan pada perasaan. Moral lebih ditekankan pada aspek subjektivitas. Selain itu, Hume juga menjelaskan bahwa tidak ada kausalitas. Segala sesuatu terjadi dengan sendirinya yang memang tampak bersama-sama. Pemikirannya sangat menghentak pengetahuan yaitu penolakannya terhadap teori kausalitas. Penolakannya terhadap teori kausalitas ini justru menjadikan Hume sebagai seorang filsuf skeptis yang radikal.


DAFTAR PUSTAKA
Baker,Anton. 1984. Metode-Metode Filsafat. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
Diktat ASB-FTW. 2009. Sejarah Filsafat Modern.
Hamersma, Harry. 1983.  Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia
Hardiman, Budi. 2007.  Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia, 2007.
Hardiman, Budi. 2007. Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia
Haryatmoko. 2009. Diktat Filsafat Modern. FTW.
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume, diunduh tanggal 12Oktober 2014,  pukul 10:10 WIB.
Linda Smith & William Roeper,  Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, Kanisius, Yogyakarta.
Mustansyir,Rizal. 1987. Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan para tokohnya.Jakarta: Rajawali Pers.
Muzairi. 2009.  Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Q-Anees,Bambang.A Hambali. 2003..Filsafat Untuk Umum. Jakarta: Prenada Media.
Tjahjadi, Simon Petrus. 2004.  Petualang Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.


[1] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.132
[2] Linda Smith & William Roeper,  Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius), hal, 71.
[3] Hardiman, Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, ( Jakarta: Gramedia, 2007), hal. 85
[4] Hamersma, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, ( Jakarta: Gramedia, 1983), Hal, 23. 
[5] Linda Smith & William Roeper,  Ide-ide …….. 72.
[6] Hardiman, Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, ( Jakarta: Gramedia, 2007), hal. 86.
[7] Ibid, hal. 87.
[8] Baker,Anton.Metode-Metode Filsafat. (Jakarta Timur: Ghalia Indonesia,1984). Hal 81.
[9] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.( Jakarta: Prenada Media,2003), hal. 337
[10] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat …..hal 338
[11] Mustansyir,Rizal.Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan para tokohnya.( Jakarta: Rajawali Pers,1987).hal 27.
[12] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat …..hal 340.
[13] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat…….hal. 344
[14] Ibid,…..hal, 344
[15] Ibid.hal 346-347
[16] Diktat ASB-FTW, Sejarah Filsafat Modern, 2009, hal. 32.
[17] Hardiman, Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia, 2007), hal.  90.
[18] Diktat ASB-FTW, Sejarah ……., hal. 32.
[19] Ibid, …. Hal. 32.
[20] http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume, diunduh tanggal 12Oktober 2014,  pukul 10:10 WIB.
[21] Tjahjadi, Simon Petrus, Petualang Intelektual, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hal. 253.
[22] Haryatmoko, Diktat Filsafat Modern, (FTW-2009), hal. 9.
[23] Hardiman, Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia, 2007), hal. 91-92.
[24] Diktat ASB-FTW, Sejarah ….. hal. 33.
DAVID HUME ( EMPIRISME) DAVID HUME ( EMPIRISME) Reviewed by adeardo on 11.41 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Gallery

ade ardo fittra. Gambar tema oleh Deejpilot. Diberdayakan oleh Blogger.