Antara Jomblo Bahagia dan Jomblo Sengsara:
Analisis Simbolik terhadap Status-Status Facebook
Oleh:
Ade Ardo Fittra
Selain Twitter, Facebook kini menjadi salah satu media sosial (medsos) yang paling banyak diakses pengguna dunia maya. Meskipun tingkat kebenaran status facebook masih dipertanyakan, status-status itu dapat dijadikan objek material yang bisa dianalisis untuk mengetahui keberadaan, perasaan, dan tingkat kegalauan seseorang. Facebook memberi layanan update status yang biasanya dimulai dengan pertanyaan “Apa yang Anda pikirkan?” atau “What are you thinking?”. Pertanyaan ini merupakan jenis pertanyaan psikologis yang secara tidak sadar memancing pemilik facebook untuk mengungkapkan perasaannya saat itu. Karena status facebook mencerminkan perasaan pemiliknya, maka penelitian terhadap status tersebut sangat mungkin dilakukan. Salah satu yang bisa diteliti adalah perasaan pemilik status terkait dengan objek cintanya yang bisa jadi benar, bisa jadi salah, setengah khayal, setengah fakta.
Pada tahun 2013, sekitar 55 psikolog dari Brunel University pernah melakukan penelitian terhadap 555 pengguna facebook menyimpulkan mereka yang suka menulis status tentang pasangannya adalah mereka yang memiliki rasa tidak aman dan rendah diri. Status semacam itu dilakukan untuk meningkatkan harga diri, menekan rasa tidak aman, dan memberi jaminan bahwa hubungan mereka dengan pasangan semakin kuat, padahal tidak selamanya demikian.
Sayangnya, apa yang luput diteliti oleh 55 psikolog itu adalah status-status yang memperlihatkan kesengsaraan sekaligus kebahagiaan pemiliknya yang masih jomblo. bahkan status facebook ternyata bisa membuat seseorang menampilkan kepribadian ganda atau—yang dikenal dalam istilah psikologi sebagai—schizophrenia (kepribadian yang terpecah). Dalam kurun waktu satu bulan status-status seseorang pengguna facebook bisa berubah wujud, mulalui beberapa dari jenis:
- Status “melankolis” seperti: Di sudut kamar aku terpuruk dan terbelenggu merindukanmu, terimakasih kamu sudah sayang ama aku selama ini.......... dan seterusnya.
- Status “keluhan” seperti: males ngapa-ngapain, capek hati gara-gara si doi, ujan gagal ngapel… sialan!............ dan seterusnya.
- Status “puitis” seperti: Kita masing-masing adalah malaikat bersayap satu, dan hanya bisa terbang bila saling berpelukan; jika kau hidup sampai seratus tahun, aku ingin hidup seratus tahun kurang sehari, agar aku tidak pernah hidup tanpamu............... dan seterusnya.
- Status “alay markolay” seperti: DucH Gw4 5aYan9 b6t s4ma Lo..7aNgaN tin69aL!n akYu ya B3!bh..!! atau Ouh mY 9oD..!! kYknY4w c gW k3ReNz 48ee5h d3ch..!!).
Dengan menggunakan analisis simbolik, status-status facebook tersebut memperlihatkan berbagai pesan simbolik tentang kejombloannya selama ini. Terkadang, status-statusnya memperlihatkan dirinya melankolis atau sedang mengeluh, yang menandai bahwa ia sedang berstatus sebagai jomblo sengsara. Namun, terkadang pula, ia menulis status alay dan puitis yang menandai bahwa dirinya adalah jomblo bahagia dan merdeka. Penelitian terhadap status facebooker jomblo ini menjadi penting, bukan hanya karena ia jarang diteliti, melainkan juga karena status itu bisa menjadi media alternatif untuk meneliti kompleksitas psikologis seseorang selain indikator-indikator psikologis pada umumnya. Status-status facebook bisa memperlihatkan relevansi studi sebagai sumbangsih empiris bagi semesta penelitian psikologis yang berfokus media sosial dan jejaring sejenisnya.
Hasil penelitian penulis membuktikan bahwa jomblo bisa membuat seseorang ke arah pengetahuan yang lebih kritis dibanding pemahaman banyak orang tentang istilah tersebut, bukan hanya sebagai status kepribadian yang monoton, melainkan lebih bersifat ‘intelektual.’ Pada tahun 2006, Eric Klinenberg dalam bukunya Going Solo, The Extraordinary Rice, and Surprising Appeal of Living Alone, menyatakan pada Tahun 2009, terjadi krisis keuangan di Amerika, terdapat sekitar 6 juta orang jomblo yang kehilangan pekerjaannya, namun 90 persen dari mereka telah berhasil mengatasi masalah tersebut dan bisa kembali bekerja. Sementara itu, mereka yang sudah menikah bisa kembali bekerja hanya 20 persen. Hal ini seolah-olah memberi pesan bahwa hidup menjomblo bukanlah sesuatu yang buruk, hanyalah soal menertawakan sekaligus mensyukuri kehidupan yang konyol itu sendiri.
***************
terimakasih
Antara Jomblo Bahagia dan Jomblo Sengsara
Reviewed by adeardo
on
06.31
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar