DAVID
HUME ( EMPIRISME)
Oleh: Ade Ardo Fittra
PENDAHULUAN
Oleh karena adanya ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya,
maka pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini disebabkan karena
filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu
pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa
pengetahuan yang bermanfaat, pasti dan benar hanya diperoleh lewat indera
(empiri) dan empirilah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut
lahir dengan nama empirisme.
Pemikiran ini dibangun pada abad ke-17. Pemikiran ini jelas
bertolak belakang dengan pemikiran rasional atau logik. Selanjutnya pemikiran
empiri pengetahuan bukan hanya didasarkan pada rasio belaka (di Inggris).
Konsep mengenai filsafat empirisme muncul pada abad modern yang lahir karena adanya
upaya keluar dari kekangan pemikiran kaum agamawan di zaman skolastik.
Descartes adalah salah satu yang berjasa dalam membangun landasan
pemikiran baru di dunia Barat. Ia menawarkan sebuah prosedur yang disebut
keraguan metodis universal dimana keraguan ini bukan menunjuk kepada
kebingungan yang berkepanjangan,, tetapi akan berakhir ketika lahir kesadaran
akan eksistensi diri yang dia katakan dengan cogito ergo sum yang
artinya saya berpikir, maka saya ada.[1]
Teori pengetahuan yang dikembangkan Descartes ini dikenal dengan rasionalisme.
Adanya rasionalisme ini memunculkan reaksi yang bertolak belakang
dari pemikiran Descartes. Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke dan
David Hume. Makalah ini akan memaparkan pemikiran David Hume nya saja yang
dianggap sebagai puncak empirisme yang paling radikal.
A.
Konsep Empirisme
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah
empirisme sendiri diambil dari bahasa Yunani yakni Empeiria yang berarti
coba-coba atau pengalaman. Empirisme memilih sumber utama pengetahuan bukan
dari rasio melainkan pengalaman. Empirisme menurut wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa
semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan
bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika dilahirkan.
B.
BIOGRAFI DAVID HUME
David Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, 26 April tahun 1711. Dengan nama aslinya David
Home. Pada tahun 1734 ia mengubah namanya karena di Inggris kesulitan
mengucapkan “Home” dengan cara skotlandia. Ayahnya adalah seorang pengacara dan tuan
tanah, sedangkan ibunya seorang Kalvinis keras[2]. Namun, ayahnya meninggal pada saat usia Hume masih anak-anak,
sehingga dia dibesarkan ibunya.
Dalam masalah pendidikan Hume mendapatkan pendidikan yang sangat
baik. Dengan harta warisan yang ditinggal oleh ayahnya. Hume mendaftarkan di
Universitas Edinburgh. Ia mempelajari hukum, sastra, dan filsafat di
Universitas Edinburgh. Pribadinya lebih tertarik dengan dunia filsafat
dibandingkan ilmu yang lain. Ia adalah seorang filsuf Empiris[3]. Pada tahun 1734, setelah beberapa bulan sibuk dengan perdagangan
di Bristol, ia pergi ke La fleche di Anjon, Perancis. Disana ia sering wacana
dengan jesuit dari College Of La Fleche, saat itu ia telah menghabiskan
sebagian besar tabungannya selama empat tahun disana untuk menulis karyanya yang
berjudul A Treatise of Human Nature, beliau menyelesaikannya pada usia 26
tahun. Setelah publikasi karyanya pada tahun 1744, Hume ditetapkan menjadi
ketua Pneumatics dan Moral Filsafat dan moral di Universitas Edinburgh.Namun
posisi itu diberikan kepada William Cleghorn, setelah menteri Edinburgh
mengajukan petisi kepada dewan kota untuk tidak menunjuk Hume karena ia dituduh
sebagai ateis. Hume juga dituduh bid’ah, tapi ia dipertahankan oleh ulama
muda teman-temannya yang berpendapat bahwa sebagai ateis, ia berada di luar
gereja yuridiksi. Meskipun pembebasan itu Hume gagal untuk mendapatkan jabatan
sebagai ketua filsafat di Universitas Glasgow.
Hume mencapai ketenaran sastra besar sebagai seorang sejarawan
dengan karyanya The History Of England, menelusuri peristiwa-peristiwa dari
invasi Julius Caesar ke revolusi 1688, adalah best seller dalam sehari.
Didalamnya, Hume menyerahkan orang politik sebagai makhluk kebiasaan,
dengan disposisi untuk menyerahkan diam-diam kepada pemerintah yang berkuasa
kecuali dihadapkan oleh keadaan yang tidak menentu. Dalam pandangannya, hanya
agama yang bisa membelokkan orang lain dari kehidupan sehari-hari mereka untuk
berfikir tentang hal-hal politik.
Hume wafat diusianya yang ke 65 pada tahun 1776 di kota
kelahirannya Edinburgh, Skotlandia. Dan sepanjang hidupnya, Hume tidak pernah
menikah.
Pada tahun 1500-1700, Eropa dilanda dengan peperangan agama.
Situasi ini membuatnya tidak terlalu menghargai agama-agama. Bagi Hume agama
dibedakan menjadi dua yaitu : Natural Religion (akal budi) dan Agama Rakyat
(fanatisme)[4]. Zaman Hume dikenal sebagai “Zaman Akal Budi”. Budi merupakan ide
penting yang mungkin menjadi alasan bagi Hume untuk menunjukkan batas-batas
akal budi. Ia senang menghancurkan ide-ide besar saat itu[5], sehingga
pemikirannya lebih mengkritisi keyakinan-keyakinan yang ada. Pada zaman Hume,
banyak filsuf Prancis terancam hidupnya karena dinilai terlalu radikal
memperjuangkan gagasan mereka. David Hume menjadi salah seorang yang membantu
para filsuf tersebut[6]. Landasan pemikiran Hume juga dipengaruhi oleh pemikiran Locke dan
Barkeley. Pandangan metafisika tradisional pada waktu itu sangat kabur, tidak
pasti, dan melebih-lebihkan kemampuan akal manusia. Selain itu, metafisika juga
tercampur dengan dogma-dogma Katolik. Hal ini membuat Hume prihatin dan ingin
membersihkan filsafat dari simbol-simbol religius dan metafisis[7]. Beberapa karya
dan sumbangan Hume:
1.
A
Treatise of Human Nature (3 volume, 1739-1940)
2.
Abstract
(dari Treatise vol 1 dan 2, 1740)
3.
An
Inquiry concerning Human Understanding (1748)
4.
An
Inquiry concerning the Principle of Morals (1752)
5.
The
Natural History of Religion (1757), dsb.
C.
PEMIKIRAN DAVID HUME TENTANG EMPIRISME
Pada awalnya teori Empirisme dicetuskan oleh John Locke, Locke
memandang bahwa setiap manusia dilahirkan bagaikan selembar kertas
bersih.Pemikiran Locke ini diteruskan dan ditentang oleh David Hume.Hume
merupakan puncak aliran empirisme.[8] Hume
mengusulkan kita agar kita kembali kepada pengalaman spontan menyangkut dunia[9].
Hume tidak ingin kita terus-terusan dibelenggu oleh konsepsi
tentang dunia.Kita sering membicarakan hal-hal yang berasal dari perenungan dan
kehilangan kenyataannya dalam realitas.Kita telah terbiasa dengan semua itu,
dan tidak merasa perlu untuk menelitinya. Maka Hume menawarkan hal yang lain.
Ia ingin tahu bagaimana seorang anak menjalani pengalamannya didunia, tanpa
menambahkan sesuatu pada sesuatu yang dialaminya. Karena seorang anak belum
menjadi budak harapan dan kebiasaan, jadi pikirannya sangat terbuka pada
pengalaman.
Dalam hidup kita dewasa ini, kita sering mengharapkan sesuatu hal
yang berbeda dari yang kita alami.Misalnya seringkali menyebut-nyebut kata
malaikat yaitu sosok manusia dengan sayap. Dari manakah kata itu berasal? Hume
menyatakan bahwa itu adalah gagasan yang rumit dan tidak bertanggung jawab.
1.
Prinsip Prioritas Kesan-Kesan ( the principle of the priority of
impressions)
Hume mengajak kita untuk mengalami
realitas memulai relasinya dengan realitas melalui persepsi. Persepsi adalah
gambaran indrawi atas bentuk luar dari objek-objek.
Menurut hume manusia memiliki dua
jenis persepsi, yaitu kesan (impressions) dan gagasan (ideas). Kesan
dimaksudkan sebagai pengindraan langsung atas realitas lahiriah, dan gagasan
adalah ingatan akan kesan-kesan. Contohnya apabila tangan kita terbakar kita
akan mendapatkan kesan panas dengan segera. Dan setelah itu kita mengingat
bahwa tangan terbakar akan panas, ingatan inilah yang disebut gagasan. Dengan
kata lain kesanlah yang membuat kita mengenal realitas. Sedang gagasan adalah
tiruan samar-samar dari kesan.
Hume mengemukakan bahwa kesan maupun
gagasan dapat sederhana(tunggal) bisa juga rumit(majemuk).[10]Sebuah
gagasan merupakan perpanjangan dari kesan. Misalnya gagasan tunggal berasal
dari kesan tunggal. Misalnya gagasan mengenai api, berasal dari kesan indera
terhadap api. Sedang gagasan majemuk berasal dari kumpulan kesan majemuk.
Selanjutnya dalam menyingkirkan
istilah-istilah kosong, Hume menunjukkan suatu cara pembersih reduktif, artinya
meneliti ide-ide kompleks yang lazim dipergunakan, sejauh mana ide itu dapat di
pertanggung jawabkan. Apakah ide kompleks itu dapat dikembalikan pada ide
sederhana yang membentuknya.[11]Jika
suatu istilah tidak terbukti menyajikan ide yang dapat dianalisa menjadi ide
sederhana, maka istilah tersebut tidak mempunyai arti.
2.
Kesan Sensasi dan Kesan Refleksi
Kita memiliki kesan dan gagasan,
kesan-kesan itu dibagi Hume menjadi:
Kesan sensasi dan kesan
refleksi.Kesan sensasi adalah kesan-kesan yang masuk ke dalam jiwa yang tidak
diketahui sebab musababnya.[12] Misalnya
(ketika kita melihat sebuah meja kayu): benda yang saya lihat adalah meja.
Sedangkan kesan refleksi merupakan kesan hasil dari gagasan. Misalnya (ketika
kita melihat sebuah meja dari besi): itu meja besi. (kita bisa menentukan itu
meja walaupun terbuat dari bahan yang berbeda, karena kita sudah ada kesan
sensasi terhadap meja kayu.
3.
Ruang dan Waktu
Gagasan abstrak menurut Hume berasal
dari gagasan particular yang digabung dalam suatu gagasan dengan arti yang bersifat
umum.Gagasan mengenai waktu berasal dari urutan kesan terhadap suatu hal.
Misalnya kita melihat buah mangga jatuh dari pohon: pada asalnya di dahan, di
tengah-tengah, lalu ia berada di atas tanah. Pada saat itu kita melihat ada
urutan kesan mengenai buah mangga : pada mulanya, dan kemudian ada di tanah. Pada
saat itulah gagasan mengenai waktu terbentuk dalam imajinasi kita.
Gagasan mengenai ruang berkaitan
dengan keluasan (ukuran).Ide ruang dihasilkan oleh indera penglihatan dan
penyentuh. Ketika kamu melihat mangga jatuh ,dibawah pohon sana, kesan kamu
mengatakan bahwa mangga itu ada disana. Lalu kamu menyentuhnya dan memastikan
bahwa mangga itu benar-benar ada.Pada saat itulah imajinasi kita menemukan
gagasan mengenai ada disana, itulah ruang.
Lewat semua teori di atas Hume
menentang semua pemikiran dan gagasan yang tidak dapat dilacak kaitannya dengan
persepsi indera.Dia ingin menghapuskan seluruh omong kosong tak bermakna yang
telah lama mendominasi pemikiran metafisika. [13]
Bagaimana cara yang digunakan Hume? Jika kita menerima suatu gagasan. Kita harus memberikan
pertanyaan pengujian.
a. Apakah
ia gagasan particular atau majemuk?
b. Berdiri
di atas kesan apa gagasan itu?
c. Gagasan
itu berasal dari kesan apa?
Hasil dari pertanyaan itu kita akurkan dengan pengalaman:
ada atau tidak. Jika ada, maka ia bisa dipercayai keberadaannya.
Bagaimanakah Hume menanggapi gagasan
mengenai substansi, ego, dan teori hume mengenai kausalitas.
a. Gagasan
mengenai Substansi
Substansi adalah gagasan utama dari
Aristoteles.Lawan substansi adalah aksidensi[14].
Relasi / hubungan substansi dan aksidensi adalah sebagai berikut :
Substansi merupakan sesuatu yang
mendasari suatu hal, sedang aksidensi adalah suatu yang menampakkan diri. Aksidensi
dapat berubah tanpa mengakibatkan perubahan substansi. Substansi dapat
dikatakan sebagai suatu yang mendasari aksidensi. Atau dengan kata lain
substansi adalah suatu yang tetap yang mendasari yang berubah-ubah.
Misalnya, meja adalah tetap meskipun
terbuat dari kayu atau besi.Kayu dan besi adalah aksiden, sedang meja adalah
substansi.
Apakah ia gagasan particular atau
majemuk?
Substansi terdiri dari gagasan
:sesuatu yang tetap dan sesuatu yang berubah-ubah.Berarti substansi merupakan
gagasan majemuk.
Sesuatu yang tetap contohnya meja,
sesuatu yang berubah-ubah contohnya kayu dan besi.Sesuatu yang tetap itu
menurut Aristoteles bisa disimpulkan dari pengamatan kita terhadap sesuatu yang
berubah-ubah. Artinya, gagasan tentang meja disimpulkan dari pengamatan kita
terhadap: meja kayu dan meja besi. Walaupun terbuat dari bahan yang berbeda
tetap dapat disebut meja.sesuatu yang tetap itu disebut substansi.
Dari uraian Aristoteles itu, kita dapat
simpulkan bahwa yang ditangkap indera sebenarnya adalah sesuatu yang
berubah-ubah itu, sedangkan sesuatu yang tetap tidak pernah ditangkap oleh
indera. Artinya kesan terhadap substansi tidak pernah ada.Dengan demikian
substansi tidak pernah ada.Substansi merupakan gagasan yang tidak bertanggung
jawab.[15]
b. Gagasan
mengenai ego
Pembicaraan ego bisa dimulai dari
pernyataan Descartes “saya berpikir, maka saya ada”. Menurut Descartes saya
itulah yang dimaksud ego.Substansi yang tetap ada dalam tubuh manusia di mana
pun dan kapan pun, ego dianggap sebagai penggerak seluruh aktivitas manusia.Ego
itu secara mutlak adalah saya yang berpikir.
Apakah ego gagasan particular atau
majemuk ?
Saya tidak serta merta berpikir,
kadang-kadang saya juga melihat,saya juga mendengar dan lain-lain. Dengan
demikian saya adalah gagasan majemuk.
Ego berdiri atas kesan apa ?
Jika ego merupakan gagasan tunggal
seperti yang dikatakan Descartes, semuanya tidak pernah kita
rasakan.Kesimpulannya, ego yang digagas Descartes itu tidak terbukti dalam
pengalaman.Hume mengatakan ego sejenis itu tidak pernah ada. Omong kosong!
4.
Kausalitas
Mengenai
kausalitas, Hume berpendapat bahwa tiada keharusan fisik yang mutlak dan tiada
koneksi mutlak antara kejadian a dan kejadian b, maka tiada hukum sebab akibat.
Yang ada hanyalah hubungan erat antara ruang dan waktu[16].
Hume menyatakan bahwa konsep kausalitas hanyalah “animal faith” (kepercayaan naif) kita belaka yang tidak punya
dasar[17].
Apa yang kita anggap sebagai hubungan kausalitas hanyalah merupakan kesan yang
muncul dari keteraturan dua peristiwa tertentu yang terjadi secara berurutan
umumnya menunjukkan hasil yang sama. Ini adalah pengalaman dan bukan penalaran.
Pengalaman menunjukkan adanya urutan gejala-gejala yang membentuk keteraturan.
Keteraturan inilah yang merangsang kita bahwa sesuatu itu mutlak berhubungan.
Ide tentang koneksi mutlak ini muncul dari perasaan-perasaan. Di sinilah
penting peranan perasaan yang melebihi peranan akal budi[18].
5. Moral
Bagi
Hume, moralitas adalah tatanan hidup baik dan buruk yang sangat dipengaruhi
oleh unsur perasaan. Maka, moralitas bisa jadi persoalan perasaan atau hasrat
bukan akal budi[19].
Morality, according to Hume, is not susceptible of demonstration, as it
depends on men's perceptions and appetites, that are subjective. What
distinguishes a virtue from a vice is the impression that it generates. If the
impression is agreeable, then it will be virtue; if it is uneasy, then it will
be a vice. It follows that, in Hume's moral philosophy, there is no room for
eternal and immutable standards in morality[20].
Pengetahuan
moral itu berasal dari asosiasi ide-ide khusus tanpa pendasaran rasional, tapi
berdasarkan pada pilihan-pilihan subyektif yang disenangi. Akal budi hanya
memberi informasi saja. Misalnya, di suatu tempat ada mangga yang enak, tentang
bagaimana mendapatkannya bukan urusan akal budi tapi hasrat atau perasaan itu.
Prinsip suatu tindakan dinilai baik adalah kalau tindakan itu menyenangkan atau
berguna bagi kita atau banyak orang.[21]
Kesimpulan dari pandangan Hume tentang moralitas[22]:
a.
Moralitas hanya berdasarkan pada perasaan. Pengetahuan
moral dari “asosiasi ide-ide khusus tanpa pendasaran rasional berdasarkan pada
pilihan-pilihan subyektif yang disenangi (preference).
b.
Akhirnya bukan akal budi yang mengatur perilaku kita,
hasrat-hasrat itulah yang mengatur akal budi.
c.
Kesadaran berasal dari pengalaman, apa yang tidak kita
alami tidak mungkin membentuk pengetahuan.
6.
Agama
Hume
tidak setuju dengan adanya agama monoteis. Menurutnya, monoteisme itu tidak
memiliki dasar, khususnya anggapan yang menyakini Allah itu sempurna. Buktinya
dunia ini jahat dan buruk, maka keyakinan Allah itu mahasempurna bisa
disangkal. Menurutnya pula, kita tidak tahu pasti tentang apa itu Allah sebab
kita tidak memiliki pengalaman tentang dunia yang lain selain dunia ini. Sikap
skeptis Hume bersifat agnotisisme, yakni sebuah anggapan bahwa kita tidak bisa
tahu apakah Tuhan itu ada atau tidak[23].
Maka, Hume mengusulkan politeisme yang dianggapnya sebagai bentuk ateisme.
Politeisme itu sendiri bersifat toleran dan mendukung keutamaan kodrati yang membantu
manusia untuk mengembangkan dirinya[24].
Kesimpulan
Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Tokoh
dari empirisme ini salah satunya adalah David Hume. David
Hume lahir di Edinburgh, Skotlandia, tahun 1711. Pada zaman Hume, banyak filsuf Prancis terancam hidupnya karena
dinilai terlalu radikal memperjuangkan gagasan mereka. David Hume menjadi salah
seorang yang membantu para filsuf tersebut. Landasan pemikiran Hume juga
dipengaruhi oleh pemikiran Locke dan Barkeley. Pandangan metafisika tradisional
pada waktu itu sangat kabur, tidak pasti, dan melebih-lebihkan kemampuan akal
manusia. Selain itu, metafisika juga tercampur dengan dogma-dogma Katolik. Hal
ini membuat Hume prihatin dan ingin membersihkan filsafat dari simbol-simbol
religius dan metafisis.
Model
pemikiran Hume bercorak skeptis, di mana ide rasio tidak melebihi pengalaman.
Ia sangat menekankan aspek pengalaman daripada rasionalitas dalam
menjelaskan segala sesuatu. Ia juga berusaha mengkritisi keyakinan-keyakinan
(tradisi) yang sudah ada sebelumnya. Meski demikian, Hume juga menyadari
keterbatasan akal budi untuk mengungkap sesuatu.
Hume juga berpendapat bahwa moral hanya
berdasarkan pada perasaan. Moral lebih ditekankan pada aspek subjektivitas.
Selain itu, Hume juga menjelaskan bahwa tidak ada kausalitas. Segala sesuatu
terjadi dengan sendirinya yang memang tampak bersama-sama. Pemikirannya sangat
menghentak pengetahuan yaitu penolakannya terhadap teori kausalitas.
Penolakannya terhadap teori kausalitas ini justru menjadikan Hume sebagai
seorang filsuf skeptis yang radikal.
DAFTAR PUSTAKA
Baker,Anton. 1984. Metode-Metode
Filsafat. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
Diktat ASB-FTW. 2009. Sejarah Filsafat Modern.
Hamersma, Harry. 1983. Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia
Hardiman, Budi. 2007. Filsafat
Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche. Jakarta: Gramedia, 2007.
Hardiman, Budi. 2007. Filsafat Modern dari Machiavelli sampai
Nietzsche. Jakarta: Gramedia
Haryatmoko. 2009. Diktat Filsafat Modern. FTW.
http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume, diunduh tanggal 12Oktober 2014,
pukul 10:10 WIB.
Linda Smith & William
Roeper, Ide-ide Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, Kanisius, Yogyakarta.
Mustansyir,Rizal. 1987. Filsafat
Analitik sejarah , perkembangan, dan peranan para tokohnya.Jakarta:
Rajawali Pers.
Muzairi. 2009. Filsafat
Umum. Yogyakarta: Teras
Q-Anees,Bambang.A Hambali. 2003..Filsafat
Untuk Umum. Jakarta: Prenada Media.
Tjahjadi, Simon Petrus. 2004. Petualang
Intelektual. Yogyakarta: Kanisius.
[1] Muzairi, Filsafat Umum, (Yogyakarta: Teras, 2009), hal.132
[2] Linda Smith & William Roeper, Ide-ide
Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang, (Yogyakarta: Kanisius), hal, 71.
[3] Hardiman, Budi, Filsafat
Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, ( Jakarta: Gramedia, 2007), hal.
85
[4] Hamersma, Harry, Tokoh-tokoh
Filsafat Barat Modern, ( Jakarta: Gramedia, 1983), Hal, 23.
[5] Linda Smith & William Roeper, Ide-ide …….. 72.
[6] Hardiman, Budi, Filsafat
Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, ( Jakarta: Gramedia, 2007), hal.
86.
[7] Ibid, hal. 87.
[8] Baker,Anton.Metode-Metode Filsafat. (Jakarta Timur: Ghalia
Indonesia,1984). Hal 81.
[9] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat Untuk Umum.( Jakarta:
Prenada Media,2003), hal. 337
[10] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat …..hal 338
[11] Mustansyir,Rizal.Filsafat Analitik sejarah , perkembangan, dan
peranan para tokohnya.( Jakarta: Rajawali Pers,1987).hal 27.
[12] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat …..hal 340.
[13] Q-Anees,Bambang.A Hambali,Radea Juli.Filsafat…….hal. 344
[14] Ibid,…..hal, 344
[15] Ibid.hal 346-347
[16] Diktat ASB-FTW, Sejarah
Filsafat Modern, 2009, hal. 32.
[17] Hardiman,
Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli
sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia, 2007), hal. 90.
[18] Diktat ASB-FTW, Sejarah …….,
hal. 32.
[19] Ibid, …. Hal. 32.
[20] http://en.wikipedia.org/wiki/David_Hume,
diunduh tanggal 12Oktober 2014, pukul 10:10
WIB.
[21] Tjahjadi, Simon Petrus, Petualang
Intelektual, (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hal. 253.
[22] Haryatmoko, Diktat Filsafat
Modern, (FTW-2009), hal. 9.
[23] Hardiman,
Budi, Filsafat Modern dari Machiavelli
sampai Nietzsche, (Jakarta: Gramedia, 2007), hal. 91-92.
[24] Diktat ASB-FTW, Sejarah ….. hal. 33.
DAVID HUME ( EMPIRISME)
Reviewed by adeardo
on
11.41
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar